Isi
|
:
|
Isi : vol.1, intro & kata pengantar, sekapur sirih (Hj. Siti Hardianti Rukmana), kejayaan Pak Harto lebih besar (Tun Mahattir Bin Muhammad), yang utama diantara yang sederajat (Lee Kuan Yuu), dan mempelopori visi negara yang aman, progresif dan makmur (Sultan Hassanal Bolkiah) -- vol. 2, saudara tua yang suka menolong (Fidel Ramos), sejarah yang akan membuktikan (Siti Heriadi Haryadi), kami anak petani (Siti Utami Endang Adiningsih), dua sahabat dari pathuk (Des Alwi), dan dibalik tragedi Usman dan Harun (Abdulrahman Ramli) -- vol. 3, berani ambil resiko (Sjafrie Syamsudin) dan tak pernah bilang tidak (Maftuh Basyuni) -- vol. 4, tiga keutamaan (Sarjono), harus pandai mengenal situasi (Wismoyo Aris Munandar), terbuka atas kritik dan masukan (Syaidiman Surjo Hadi Projo), dan tidak memandang rendah kemampuan wanita (Tati Sumiyati Darsoyo) -- vol. 5, berlindung di punggung Pak Harto (Suryono), karakter kepemimpinan yang luar biasa (Sutoyo NK), kini saatnya kita membangun (Syaiful Sulun), cermat mengolah informasi (Soerjadi), perjalanan rahasia (Tri Sutrisno), dan kala Pa Harto naik kapal BC-9002 (Tony Sunanto) -- vol. 6, mengawasi dan melestarikan rumah tangga alam (Emil Salim), mengapa kita enggan belajar dari sejarah (A. Mulaskin Nur Pratomo), check point untuk rakyat kecil (Hendro Budiyanto), dan nuansa demokratis ala Pa Harto (Hayono Isman) -- vol. 7, semua untuk rakyat (Haryanto Danutirto), teliti dan korektif (Azwar Anas), oh ini si cabe rawit (J.B Sumarlin), dan tidak mau pamer kepintaran (Adi Sasono) -- vol. 8, isu marinir di bawah kapal (Harmoko), arif dan manusiawi (Sunarto Sudarno), diatas pagar Istana Bogor (Cosmos Batubara), Pa Harto ditinggalkan sendirian (Ari Marjono), dan kepercayaan itu adalah anugerah (Joop Ave) -- vol. 9, pilih duduk dilantai (Fahmi Idris), pemimpin yang hebat (Sudomo), negara dan bangsa hanya akan sebaik pemimpinnya (Tanri Abeng), dan jenderal mesem (Mien Sugandi) -- vol. 10, jamu kuat Pa Harto (Muhammad Alwi Dahlan), kok calonnya cuman satu (Fuad Bawazier), perlakukan sama dengan yang lain (Freddy Numberi), dan tidak semua laki-laki (Basofi Sudirman) -- vol. 11, Bandung Bondowoso abad ini (Ponco Sutowo), rakyat harus turut mengoreksi pembangunan (Marimutu Sinifasan), dan bukan pemimpin biasa (Fadli Zon) -- vol. 12, tidak mau tumpahkan darah mahasiswa (Teguh Juwarno), dejavu (Yuddy Krisnandi), dan mengecup kening Pak Harto (A.M. Fatwa) -- vol. 13, falsafah sapu lidi (Sulastomo), titip salam buat mega (Muhammad Taufik Kemas), gelas pertama itu untuk saya (Priyatna Abdul Rasyid), dan begitu banyak jasa Pa Harto (Sofyan Wanandi) -- vol. 14, anak nakal di fraksi karya (Rachmat Wioelar), presiden harus adil (Soerjadi), membangun demokrasi melalui PDI (Niko Daryanto), walau tanpa PSL (Permadi), dan biarlah alam berbicara (Camelia Malik) -- vol. 14, film itu bagus (Amoroso Katamsi), tidak ada yang memberi apresiasi sebesar Pak Harto (Denny Malik), mata bola di stasiun Jogja (Dorce Gamalama), kisah semar dan cerutu (Timbul Hadiprayitno), persembahan untuk Pak Harto (Irna Iriani Sri Ratna Ningsih), dan ledakan keras diawal penggalian makam (Sukirno) -- vol. 16, segalanya demi orang kecil (Subianto), gusti Allah ora sare (Sukardi Rinakit), pesan mistis Pak Harto (Erwan Juhara), hormat pengamen dari trotoar (Munari Ari), penghargaan ini untuk petani (Syarifudin Baharsyah), dan kepribadian yang hebat (Mien R Uno) -- vol. 17, bapak yang penuh senyum (Rudi Hartono Kurniawan), Pak Harto di tengah keluarga Bung Hatta (Meutia Hatta), pasangan yang kompak (Karlina Jayaatmaja), hangat dan mau mengerti keadaan orang lain (J.B.S Kadarisman), sisi lain Pak Harto (Subagjo H.S), dan laki-laki kena tegur (Probosutedjo) -- vol. 18, ne ora bisa aja neka-neka (Noek Gresinah Soehardjo), ojo kudung kulit macan (Mursiati), ngahaturaken sugeng rijadi (Aris Setiadi Nugroho), dulu tandus kini kaya (Begoek Purnomo Sidi), dan stagen dari China (Tri Widodo) -- vol. 19, surung le, surung (Saukat Banjaran Sari), berbisnis jangan
|