|
1659769
Cerita para binatang dalam Al-Qurán / Penulis, Iwok Abqory; penerjemah, Sabrina Johnson; ilustrator, Arie Afriandriyanti ; editor, Hafizh Nurul Faizah
|
Judul Seri
|
:
|
Seri aku cinta Islam
|
Judul Asli
|
:
|
|
Isi
|
:
|
|
Jenis Bahan
|
:
|
Monograf (1 cakram audio :) (volume)
|
Kreator
|
:
|
Iwok Abqory (penulis) Sabrina Johnson (penerjemah) Arie Afriandriyanti Zaman dahulu kala, hiduplah seorang janda bernama Mande Rubayah, yang tinggal bersama anak laki-lakinya, Malin Kundang. Mande Rubayah sangat menyayangi dan memanjakan Malin Kundang. Malin kemudian tumbuh menjadi seorang anak yang rajin dan penurut. Suatu hari, Malin jatuh sakit keras, hingga nyawanya hampir melayang namun akhirnya ia dapat diseiamatkan-berkat usaha keras ibunya. Setelah sembuh dari sakitnya ia semakin disayang. Saat Malin sudah dewasa ia meminta izin kepada ibunya untuk pergi merantau ke kota, karena saat itu sedang ada kapal besar merapat di Pantai Air Manis. Pada awalnya Ibu Malin keberatan, namun Malin terus menyakinkan ibunya, memohon untuk merantau agar dapat mengubah nasibnya dan ibunya. Meski dengan berat hati akhirnya Mande Rubayah mengizinkan Malin untuk pergi, dibekali dengan nasi berbungkus daun pisang sebanyak tujuh bungkus. Mande Rubayah selalu mendoakan agar Malin selamat dan cepat kembali. Setiap pagi dan sore Mande Rubayah memandang ke laut, bertahun-tahun tak ada kabar. Pada suatu hari, Mande Rubayah mendapat kabar Malin telah menikah dengan putri bangsawan dari nakhoda yang dahulu membawa Malin. Namun hingga berbulan-bulan semenjak ia menerima kabar Malin dari nahkoda itu, Malin tidak kunjung kembali untuk menengoknya. Di suatu hari yang cerah dari kejauhan tampak sebuah kapal yang megah nan indah berlayar menuju pantai. Ketika kapal itu mulai merapat, terlihat sepasang anak muda berdiri di anjungan. Pakaian mereka berkilauan terkena sinar matahari. Wajah mereka cerah dihiasi senyum karena bahagia disambut dengan meriah. Belum sempat para sesepuh kampung menyambut, Ibu Malin terlebih dahulu menghampiri Malin dan memeluknya. Malin terkejut karena dipeluk oleh ibunya dan istrinya pun juga merendahkan Mande Rubayah. Malin tidak mengakui ibunya dan menendang Mande Rubayah hingga terkapar di pasir sambil menangis. Orang-orang yang melihatnya ikut terpana dan kemudian pulang ke rumah masing-masing. Mande Rubayah pingsan dan terbaring sendiri. Ketika ia sadar, Pantai Air Manis sudah sepi. Dilihatnya kapal Malin semakin menjauh. Ia tak menyangka Malin yang dulu disayangi tega berbuat demikian. Hatinya perih dan sakit, lalu tangannya diangkat ke langit. Ia kemudian berdoa dengan hatinya yang pilu. Tidak lama kemudian cuaca di tengah laut yang tadinya cerah, mendadak berubah menjadi gelap. Tiba-tiba datanglah badai besar, menghantam kapal Malin Kundang. Lalu sambaran petir yang menggelegar. Saat itu juga kapal hancur berkeping- keping. Kemudian terbawa ombak hingga ke pantai. Esoknya saat matahari pagi muncul di ufuk timur, badai telah reda. Di pinggir pantai terlihat kepingan kapal yang telah menjadi batu. Itulah kapal Malin Kundang! Tampak sebongkah batu yang menyerupai tubuh manusia. Itulah tubuh Malin Kundang anak durhaka yang dikutuk ibunya menjadi batu karena telah durhaka. (ilustrator) Hafizh Nurul Faizah (editor)
|
Penerbitan
|
:
|
Bentang Pustaka
|
No. Panggil
|
:
|
398.245 IWO c
|
Konten Digital
|
:
|
Tidak Tersedia
|
Ketersediaan
|
:
|
4 dari 6 Item
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|