Tag Ind1 Ind2 Isi
LEADER 04151cam a2200397 a 4500
001 INLIS000000001079160
005 20210520152315.0
006 a####g######000#0#
007 ta
008 210518t2020####jki####g######000#0#ind##
020 # # $a 978-602-937-1
035 # # $a 0010-0421002074
040 # # $a JKPNPNA $b ind$e rda
082 0 4 $a 92 (Siedjah) $2 [23]
084 # # $a 92 (Siedjah) VIN s
100 1 # $a Vink, Nico $e penulis
245 1 0 $a Siedjah : $b melintasi tapal batas kepicikan kolonial / $c Nico Vink ; penerjemah Frieda Amran, Lea Pamungkas , dan Maya Sutdja-Liem.....
250 # # $a Cetakan Pertama, September 2020
264 # 1 $a Jakarta : $b Yayasan Pustaka Obor Indonesia, $c 2020
300 # # $a viii, 396 halaman ; $c 21 cm
336 # # $a teks $2 rdacontent
337 # # $a tanpa perantara $2 rdamedia
338 # # $a volume $2 rdacarrier
500 # # $a Judul asli : Siedjah wei een klein meisje of jongetje in indie redt
520 3 # $a Untunglah, ayahku si orang Kampen dan ibuku si orang Nijkerk, membuatku lahir di Amsterdam. “Kami punya anak perempuan,” begitu sorak Klaas Bremen, guru muda di Kawasan De Pijp, Amsterdam. Dalam akte kelahiran dia memberiku nama Siebrigje. Tepatnya Siebrigje Bremer. Lahir 23 September 1899. Tentu aku tidak ingat sama sekali tentang itu. Walaupun nama depanku berbau Friesland, sebuah provinsi Belanda dekat Jerman, aku langsung merasa nyaman di Amsterdam. Waktu usiaku sekitar satu atau dua tahun, orang tuaku yang tersesat di Amsterdam, kembali ke Nijkerk, ke dunia Kristen ibuku. “Karunia Tuhan,” begitu kata mereka. Di Nijkerk, kota kecil di wilayah bible belt 1, ayahku menunggu pekerjaan bagus sebagai kepala sekolah dasar negeri. Dalam naungan tenang sekolah yang berpedoman pada Alkitab, di Nijkerk, aku belajar di sekolah dasar umum. Untungnya, saat-saat yang dulu dianggap indah, sudah lama berlalu. Guruku tidak lagi mengolok anak-anak nakal dengan kata-kata kasar. Guruku tidak lagi melempari anak-anak nakal dengan pechvogel, boneka dari kain. Kami tidak lagi dipukul dengan penggaris atau disebat dengan roe, ranting-ranting yang diikat menjadi satu seperti sapu lidi. Jika kami nakal atau berkata sesuatu yang tolol, leher kami pun tidak digantungi kertas dengan kalimat yang memalukan atau kertas yang menandai kami sebagai anak bodoh bak keledai. Meski begitu, aturan sekolah masih tetap keterlaluan seperti dulu. Anak-anak sekolah harus berseka, bersisir rapih, dan memakai baju bersih. Juga harus ramah dan sopan. Mereka harus menghafal bukubuku yang dipelajari di sekolah dan yang telah diajarkan oleh para guru. Dalam berbicara, mereka pun harus bersikap tenang dan sopan. Bagiorang tuaku, Amsterdam adalah kota para penyembah berhala, penuh batu, dingin, dan kejam. Ayahku adalah orang Kampen, kamu sudah tahu itu. Pekerjaannya yang pertama sebagai guru adalah di Kampen, daerah yang berdekatan dengan Nijkerk. Di sana ia berpapasan dengan seorang perempuan muda dari Nijkerk. Perempuan itu seorang Malga, dari kalangan penjual buku. Jadi sangat melek huruf. Cikal bakal orang Malga adalah seorang serdadu Spanyol dari Tentara Alva, seorang Jenderal Spanyol ternama, yang membelot, begitu kata orang. Dia datang dari Malaga, dari situlah muncul nama Malga. Garagara seorang perempuan petani Nijkerk, Si Spanyol tetap di situ. Hampir semua penduduk Nijkerk mengenal kisah ini. Kisah ini diceritakan kembali oleh penduduk Nijkerk pada saat minum kopi setelah khotbah hari Minggu. Jadi aku tidak sepenuhnya dibesarkan di Amsterdam. Tampaknya aku lebih mirip campuran Nijkerk-Gelderland dan Kampen-Overijssel. Tapi tidak gitu juga sih, aku tidak seperti itu. Pertama kita bicara dulu sedikit tentang keluargaku, Mengapa
546 # # $a Teks dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dari bahasa Belanda
650 # 4 $a Biografi
700 0 # $a Frieda Amran $e penerjemah
700 0 # $a Lea Pamungkas $e penerjemah
700 0 # $a Maya Sutdja-Liem $e penerjemah
740 # # $a Siedjah wei een klein meisje of jongetje in indie redt
850 # # $a JKPNPNA
990 # # $a 202100103009449
990 # # $a 202100103009451
990 # # $a 202100103009450
990 # # $a 202100103009448