Abstrak |
ISIS, layaknya gerakan ekstremis yang menunggangi nama Islam lainnya, ialah skenario permainan kepentingan politik global yang khwatir dengan terwujudnya persatuan umat Islam. Semua itu tak lepas dari misi untuk mencaplok sumber-sumber energi dan kekayaan alam yang dianugerahkan Allah Swt. di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, memanfaatkan jurus propaganda yang menjungkir-balikkan makna hakikat Islam. Era kekhalifahan Ali r.a. adalah bahan pelajaran terbaik terkait subjek tentang ISIS. Golongan non-khalifah, yang menamai diri mereka Khawarij, adalah momok paling menakutkan bagi kelangsungan pemerintahan Ali. Dua aliran besar Islam – Sunni dan Syiah – berasal dari perbedaan pendapat tentang siapa yang harus memimpin umat setelah Muhammad Saw. wafat pada 632 Masehi. Berbeda dengan Khawarij dan Al-Hashshahin, (di Era kekhalifahan Ali r.a.), kemunculan ISIS di zaman kita dengan, “Menggunakan sentiment sektarianisme Sunni versus Syiah dan khalifah sebagai entitas politik pemersatu Muslim sedunia, ISIS menyeru kaum Muslimin sedunia – termasuk Indonesia – agar mendukung dan bergabung dengan mereka. Seruan ISIS itu berpotensi disambut kalangan Muslim awam – sebagaimana yang telah kita saksikan kini – yang tak paham geopolitik Dunia Arab, khususnya Irak dan Suriah … Meski ada potensi ISIS bisa merekrut segelintir Muslim dari pelbagai penjuru dunia, pada saat yang sama ISIS mengandung lebih banyak potensi perlawanan dari mayoritas umat Islam. Hal ini terkait paham keagamaannya yang bersifat “ultra-puritan”, yang bahkan jauh lebih ekstrim ketimbang paham Wahabiyah. Itulah kemudian yang mendasari kenapa ISIS menghancurkan begitu banyak masjid di wilayah yang mereka duduki, dengan alasan masjid tersebut jadi “tempat pemujaan” berbau musyrik yang bertentangan dengan akidah tauhid. Kemampuan ISIS melingkari setengah wilayah Suriah dan setengah Irak menandakan betapa Al-Baghdadi bukan sosok sembarangan. Selama empat tahun ia berada dalam penjara AS di Irak. Pusat Penahanan Bucca bersama sejumlah komandan Al-Qaeda. Setelah bebas tahun 2010 ia menemukan dunia yang sama sekali berbeda. Amerika yang terampil mengadu domba telah mengoyak Irak dengan mendudukan Nouri Al-Maliki yang Syiah sebagai Menteri Perdana Irak. Inilah pemantik semangat balas dendam Al-Baghdadi paling utama sebagai pemeluk Sunni. |