Abstrak |
Di setiap ruang dan waktu, iman yang lemah telah menyebabkan manusia berpaling dari jalan Tuhannya. Ini disebabkan, manusia sudah terlalu jauh dari lingkup keimanan dalam rentang waktu yang begitu lama. Di sisi lain, bisa jadi jarak mereka yang terlalu jauh dengan guru dan pembimbing perilaku mereka juga merupakan penyebab kelemahan ini. Mereka kehilangan teladan dan sosok saleh yang menjadi panutan dan mampu menuntun mereka mencapai penyucian jiwa. Ketika tobat dinyatakan sebagai kembalinya seorang hamba kepada Allah s.w.t. dengan menghindari jalan orang-orang yang mendapat murka dan orang-orang sesat, maka hal itu tidak terealisasi kecuali dengan mendapatkan petunjuk Allah s.w.t. dengan menempuh jalan yang lurus. Sementara itu hidayah tidak akan didapat kecuali dengan meminta pertolongan-Nya dengan terlebih dulu mengesakan-Nya. Hal itu sudah terealisasi dalam surah Al-Fatihah dengan sangat apik dan terkandung dalam maknanya yang sangat dalam. Oleh karenanya, barang siapa yang memenuhi hak-hak surah Al-Fatihah sesuai porsinya-memahami maknanya, membuktikan kebenarannya, diliputi rasa kilatan Ilahiyah, dan makrifat kepada Allah – maka ia akan tahu bahwa membacanya dengan maksud beribadah belumlah mencukupi kecuali melakukan tobat nashuha. Ini sisebabkan, petunjuk ke jalan yang lurus tidak akan diraih secara maksimal sementara dirinya buta dengan dosa atau justru ia terus-menerus melakukan dosa. Pertama, kebutaannya akan dosa sangat bertentangan dengan pengetahuannya akan hidayah. Kedua, terus-menerus melakukan dosa keterlaluan namanya, dan hal ini sangat bertentangan sekali dengan maksud dan tekadnya untuk menggapai hidayah. Dengan demikian, dinamakan tobat apabila seseorang telah tahu akan dosanya, mau mengakuinya, serta memohon agar dihindarkan dari akibat buruk perbuatan dosanya. Syaikh al-Anshari berkata dalam Manzil as-Sa’irin : “Maksiat itu dapat diketahui dengan tiga parameter. Pertama, engkau terlepas dari penjagaan ketika melakukannya. Kedua, engkau merasa senang saat melakukannya, Ketiga, engkau terus-menerus melakukannya tanpa ada usaha untuk memperbaikinya. Namun pada saat yang sama, engkau juga yakin bahwa Al-Haqq s.w.t. selalu mengawasinya.” Para ahli makrifat sepakat bahwa orang pecundang adalah ketika Allah s.w.t. menyerahkan dirinya kepada nafsunya, dan Dia membiarkan orang tersebut larut dalam nafsunya. |