Abstrak |
Bagi Asmara Hadi buku merupakan barang berharga. Sewaktu Yogyakarta diduduki Belanda, di tahun 1948, dan ia beserta keluarga harus meninggalkan kota itu, ia mengutamakan membawa buku, sementara pakaian hanya secukupnya. Karangan yang ditulisnya beragam bidang kehidupan seperti politik, kebudayaan, prosa, puisi, dan lain-lain. Di kalangan rekan-rekannya, ia disebut memiliki beragam profesi seperti wartawan, sastrawan, ahli pikir, politikus, filsuf, dan juga seorang “pemimpi”. Sebagai penyair, ia dikenal sebagai “Penyair Api Nasionalisme”. Memang puisi-puisinya kebanyakan menyuarakan tentang semangat perjuangan dan kebangsaan. Semangat perjuangan yang tak kunjung padam itulah yang, antara lain, melahirkan sajak “Kepada Diponegoro”. Asmara Hadi merasa terhina oleh ejekan orang Belanda, Vermijs, yang mengatakan bahwa Indonesia tidak akan merdeka. Hatinya terasa mendidih sehingga lahirlah sajak tersebut. |