Abstrak |
Kegiatan Service Learning (SL) mengalami perluasan makna. Semula SL didesain hanya terfokus pada kegiatan perkuliahan yang kemudian diaplikasikan ke dalam dunia praktik bersama masyarakat. Namun dalam konteks ini, SL dipahami sebagai aktivitas rutin yang dilakukan oleh setiap insan akademik sebagai implementasi dari Tridharma Perguruan Tinggi. Wujudnya bisa beragam tetapi intinya satu yakni pemberdayaan masyarakat. Aktivitas pemberdayaan masyarakat sejatinya juga aksi lanjutan dari apa yang dikuasai di kelas kemudian ditularkan kepada komunitas masyarakat tertentu. Pertanyaannya, siapa yang diberdayakan? Tentu saja kelompok atau komunitas masyarakat yang secara keterampilan, teknologi, dan akses informasi masih kurang. Hadirnya sentuhan pemberdayaan diharapkan mampu berkontribusi menjadi instrumen pengungkit agar komunitas tersebut memiliki nilai tambah dalam berkegiatan. Sentuhan pemberdayaan tidak serta-merta membuat segala sesuatunya berubah seketika. Konsep pemberdayaan sendiri menekankan pelibatan aktif antara kelompok yang diberdayakan dengan pihak yang berperan memberdayakan. Tanpa kerja sama dan kolaborasi yang saling menopang satu sama lain, hasil optimal yang ditargetkan akan sulit dicapai. Ketidakberhasilan SL mudah diantisipasi sepanjang ada kepatuhan terhadap tujuh norma-norma dasar SL. Pertama, adanya Link to Curriculum yakni harus memiliki keterkaitan dengan satu disiplin atau multidisiplin keilmuan. Meaningful SL, yakni dosen diharapkan mentransformasi pembelajaran di kelas, menjadi sesuatu yang bermakna untuk komunitas yang diberdayakannya. Reflection, yakni menuangkan dalam bentuk refleksi apa-apa yang sudah dilakukan. Diversity, memahami bahwa masyarakat memiliki keberagaman dan pendekatan solusi yang tidak tunggal. Partnership, yakni kegiatan bisa berhasil bila memiliki mitra kerja. Progress, monitoring, duration dan evaluation, artinya setiap kegiatan yang diprogramkan, mesti dimonitoring dalam durasi tertentu yang pada akhirnya juga wajib dievaluasi. Kegiatan SL ataupun abdimas adalah aktivitas pembelajaran praktikal yang memiliki respons umpan balik. Pihak kampus menawarkan satu kegiatan atau komunitas tertentu meminta intervensi pemberdayaan sifatnya adalah kolaboratif saling menguntungkan. Tidak boleh salah satu pihak merasa dieksploitasi untuk kepentingan pihak lain. Kedua belah pihak mesti merasa ada kebermanfaatan yang saling melengkapi. |