Abstrak |
Damar Kambang menyingkap tirai kusam tradisi pernikahan Madura, dimana harkat dan martabat dijunjung tinggi melebihi segalanya. Cebbhing, gadis 14 tahun dari Desa Karang Penang, menjadi tumbal tradisi pernikahan itu. Ia terjebak dalam pergulatan hidup yang disebabkan oleh keputusan-keputusan sepihak orangtuanya. Diri Cebbhing kemudian tak ubahnya seperti medan karapan sapi, tempat berbagi kekuatan magis saling bertarung dan berbenturan.Ketika perbedaan adat menjadi pertaruhan martabat, keputusan demi keputusan sepihak tidak bisa ditolak. Keputusan demi keputusan yang telah mengundang masalah berantai itu mengingatkannya pada tujuh lapis kain mokka " blabar, yang terkenang hingga berbulan bulan, bahkan bertahun tahun kemudian. Kenangan itu bagai tetesan cuka yang meninggalkan bekas setelah semua terbayar tuntas. Jangan ditanya berapa harga yang harus dibayar atas nama martabat dan kehormatan. |