Abstrak |
Dikisahkan seorang Guru Bahasa dan Sastra Norwegia, Elias Ruklas berusia sudah sepuh 50-an tahun dan sudah bertahun-tahun menjadi guru di SMA. Suatu senin pagi yang mendung, dia mengajar drama seperti biasa. Drama Itik Liarkarya Henrik Ibsen. Dikisahkan, murid-muridnya tidak terlalu bersemangat akan pengajaran yang terkesan monoton itu. Elias sendiri sadar, pelajaran bahasa ibu itu dari dulu seperti itu. Hanya kali ini, Elias menemukan sesuatu yang baru dari drama yang sudah bertahun-tahun diajarkan olehnya itu. Bahwa ada sosok dalam drama yang dipaksa menjadi corong oleh penulis drama, dan bukan ala kadarnya. Ya, soal peran manusia. Lantas, dia pulang. Dan adegan dia memukul-mukul, menginjak, dan mematahkan payung yang tak berhasil dibukanya itu adalah adegan konyol. Tapi ini menjadi begitu suram saat ternyata Elias harus sadar bahwa usai kejadian memalukan itu, dia tidak akan kembali ke sekolah dan mungkin akan menghindari dari kehidupan sosial masyarakat. Elias sendiri merasa ada perubahan nyata dari tatatan masyarakt. Dulu dia memiliki teman Johan Corneliussen. Johan dan Elias meksi kondisi dua mahasiswa yang timpang (Johan mahasiswa cemerlang filsafat dan Elias jurusan sastra). Tapi Elias merasa bahwa persahabatan itu membuatnya merasa hidup. Mendiskusikan banyak hal, mengembangkan logika berpikir, hingga hidup. Tapi sekarang, menurut Elias, selain tatatan mulai cuek akan kondisi sosial. Ada perubahan kentara, bahwa saat orang-orang berilmu wafat tak ada kesedihan massal. Sebaliknya, bila seorang pembaca acara televisi wafat seolah dunia runtuh seketika. Begitu juga soal guru, banyak guru-guru muda hanya menjadi buruh utang. |