Abstrak |
Demokrasi, hak asasi, dan Islam adalah tiga tema besar yang selalu terpancar dari pemikiran A.E. Priyono. Dia percaya, ketiga tema ini memiliki beragam nilai intrinsik kebajikan manusia, salah satunya adalah untuk keadaban. Dia menyadari ketiga kaidah itu kerap melahirkan interpretasi yang diwarnai kesalahpahaman, kontroversi, dan juga pertentangan. Baginya, ketiga tema itu selalu dalam ruang kontestasi yang tak berkesudahan. Selama hidupnya, dia juga tak pernah menemukan batas akhir yang konklusif di mana ketiga tema tersebut berjalan dalam keterpaduan. Bahkan, ketika kembali mendalami sufisme dan pemikiran Islam, dia tetap terlihat tidak menyerah untuk mencari titik perjumpaan pemikiran-pemikiran di balik tiga tema besar itu. A.E. Priyono meyakini perubahan sosial memerlukan partisipasi politik berbasis gerakan kewargaan. Tanpa itu, segala ajaran kebajikan dari demokrasi, hak asasi, dan Islam tetap akan membawa fakta sejarah pertentangan antarmanusia. Minggu, 12 April 2020, A.E. mengembuskan napas terakhirnya di Jakarta. Dia meninggal ketika keadaan demokrasi dunia dan Indonesia tengah berada dalam kemuraman. Buku ini merupakan rekam jejak intelektual almarhum A.E. Priyono; dari menjadi aktivis mahasiswa era 1980-an, penyunting naskah ilmu-ilmu sosial era 1990-an, sampai meneruskan aktivismenya secara konsisten hingga berakhirnya Orde Baru dan dimulainya Reformasi selama lebih dari dua dekade. Hari-hari menjelang sakitnya, dia masih terus menjaga ruang publik dengan pemikiran kritis. Dia ingin mengembangkan Public Virtue, Publik Baru, dan Esoterika-Islamika, yang belakangan berubah menjadi Esoterika-Forum Spiritualitas. Inilah tiga petilasan terakhir yang menjadi ruang kontemplasi almarhum. Dalam jejak panjang itu, banyak yang bisa diwariskan bagi pengembangan wacana kritis khususnya di bidang demokrasi dan Islam. |